Minggu, 10 November 2013

Gunung Sinabung `Kebacihen` Lagi

Posted: 10/11/2013 11:32



Gunung Sinabung saat erupsi (Charokhere)


charokhere, Tiga nderket : Gunung Sinabung di Sumatera Utara meletus lagi pada Minggu pagi. Letusannya terjadi pada pukul 05.00 WIB. Warga yang tinggal di sekiitarnya pun harus lebih waspada, karena gunung itu bergejolak tak hanya satu kali, namun sudah 6 kali.
"Pukul 05.00 WIB, lontaran lava pijar tingginya sekitar 200-300 meter dan aliran lava ke lereng tenggara sejauh 200-an meter," ungkap Surono, petugas SAM ESDM Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam keterangan tertulis yang diterima charokhere Minggu (10/11/2013).
Gunung berapi aktif itu ternyata tak hanya menyemburkan abu vulkaniknya satu kali. 2 Jam setelah erupsi pertama, Gunung Sinabung kembali meletus.
"Pukul 07.16 WIB terjadi erupsi setinggi hingga ketinggian 4.000 meter, angin ke arah Barat daya dan Selatan, awan panas ke arah Tenggara sejauh sekitar 1000 m," jelas Surono.
Satu jam kemudian, pada pukul 08.32 WIB terjadi erupsi lagi selama 859 detik. Tinggi abu 1.000 meter dengan arah angin ke Barat daya dan Selatan. Sedangkan awan panasnya ke arah Tenggara sejauh 1 km.
"Pukul 08.55 WIB erupsi 281 detik, tinggi abu 1000 meter dengan arah angin ke Barat daya dan Selatan. Awan panas ke arah Tenggara dengan ketinggian 5 m," lanjutnya.
Pada pukul 09.17 WIB, Gunung Sinabung kembali bergejolak dan memuntahkan lava. Tinggi abu 700 meter, arah angin ke Barat daya dan Selatan. Dengan waktu erupsi sekitar 404 detik
"Pukul 09.31 WIB terjadi erupsi 479 detik dengan semburan abu 800 meter, arah angin ke Selatan dan darat daya," tukas Surono.
Setelah itu, hingga menjelang sore belum ada tanda-tanda Gunung Sinabung akan meletus lagi. Berita mengenai evakuasi lebih lanjut maupun kerusakan juga belum diketahui.
Sebelumnya, Gunung Sinabung di Sumatera Utara meletus pada pukul 18.41 WIB. Sebelumnya, gunung aktif tersebut sempat mengembuskan wedhus gembel pada Selasa 5 November 2013 lalu.
"Erupsi Gunung Sinabung pukul 18.41 WIB berlangsung selama 28 menit," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Jumat 8 November.
Sutopo menambahkan, letusan terjadi saat gunung tertutup oleh kabut tebal setelah hujan mengguyur kawasan tersebut. Abu vulkanik yang disemburkan mengarah ke timur laut. (charokhere)

Selasa, 05 November 2013

Awan Panas Mulai Menyertai Letusan Gunung Sinabung

Charokhere - Tiganderket Nari
 
Situasi Gunung Sinabung
Tiganderket - Awan panas mulai menyertai aktivitas letusan Gunung Sinabung di Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Belum ada laporan adanya korban akibat letusan ini.

Awan panas atau bisa disebut wedhus ghembel, terjadi pada letusan Selasa (5/11/2013). Tercatat sudah beberapa kali letusan, termasuk yang terjadi sekitar pukul 14.31 WIB.

"Teramati awan panas meluncur dari lereng sejauh satu kilometer ke arah tenggara. Ini adalah pertama kali awan panas keluar dari kawah Gunung Sinabung sejak meletus September 2013 yang lalu," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sutopo Purwo Nugroho melalui pesan singkatnya.

Disebutkannya, tidak ada korban terkait awan panas ini karena masyarakat yang bermukim di sekitar Sinabung telah mengungsi. Pengungsian itu berlangsung sejak beberapa hari lalu, bersamaan dengan peningkatan status Sinabung dari waspada menjadi siaga.

Letusan pada hari ini menyebabkan semburan asap bercampur abu vulkanik. Ketinggian asap itu diperkirakan mencapai 5.000 meter lebih.

Warga yang masih bermukim di sekitar gunung menyatakan, gemuruh terus terdengar dari puncak. Sementara abu sudah menyelimuti sebagian besar permukiman warga.

Senin, 04 November 2013

charokhere - Gunung Sinabung
 kembali meletus pada Senin (4-11-2013) pukul 19:17 Wib. PVMBG Badan Geologi melaporkan ke Posko BNPB bahwa letusan berlangsung selama 34 menit.
Kondisi gunung menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB    Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran persnya  , Senin (4/11/2013) tertutup kabut. Getaran dirasakan cukup kuat di kaki Gunung. Sinabung. Dari rekaman seismometer gempa letusan pada malam ini diperkirakan sama dengan letusan pada 3-11-2011 pukul 01:26 wib. Abu mengarah ke barat-baratdaya.
Kondisi masyarakat dan pengungsi tetap tenang. 1.681 jiwa pengungsi masih tersebar di 4 titik, yaitu: Los Pekan Tiga Ndreket dari Desa Mardinding sebanyak 891 jiwa,
 GBKP Payung 292 jiwa berasal dari Desa Sukameriah,
 Mesjid Payung 110 jiwa berasal dari Desa Sukameriah,
 Jambur Namanteran 388 jiwa berasal dari Desa Bekerah 152 jiwa dan
 Desa Simacem 236 jiwa.
Aktivitas G. Sinabung masih sangat tinggi. Sejak pukul  00:00 WIB hingga 12:00 WIB tanggal 4-11-2013.
Visual : Angin tenang-sedang ke arah timur-timur laut,tampak asap putih tebal 100-250 m. Seismisitas : 18x gempa vulkanik dalam
                     15x gempa low frequency
                     27x gempa hembusan
                     3x gempa hybrid dan tremor vulkanik menerus
pkl 08:07-12:00 WIB amplituda maksimum 6mm
Rekomendasi : Agar tidak ada aktifitas masyarakat dalam radius 3km dari puncak gunung sinabung

Senin, 14 Oktober 2013

Berkumpul di Hari Ibu


Berkumpul di Hari Ibu
(Naskah Drama)
Tokoh:
Ibu Shofi:   59 tahun
Sandra:       35 tahun
Nora:           30 tahun
Silvi:             24 tahun
Meila:         20 tahun
Dilla:            8 tahun
Minem:      33 tahun
Latar/Lokasi:
Babak 1:     Ruang Keluarga
Babak 2:     Ruang Makan
Babak 3:     Ruang Keluarga
Babak 1
(Di sebuah ruang keluarga, duduk santai Ibu Shofi, Meila, Silfi, Nora)
Ibu Shofi:   Sepertinya jarang ya kita berkumpul seperti ini. Kalian berkumpul di rumah, untuk makan malam bersama, dengan ibumu yang sudah tua renta ini.
Kalian semua terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sih.
Hmmmm Jadi… ibu sering sendirian deh di rumah.
Silfi:              Tapi sekarang tidak sendiri lagi kan bu?
Kami semua ada di sini menemani ibu.
(mendekat, memeluk dan mencium ibunya)
Ibu Shofi:   Mana Bagas, Meila? Dia jadi kesini kan?
Minem:      (Masuk membersihkan meja, tanpa bicara apa-apa)
Meila:         hmm sepertinya Mas Bagas sedang ada di Batam bu. Tanggung untuk pulang.
Proyeknya masih berjalan setengah.
Ibu Shofi:   Anak lima… kok… yang ngumpul cuma tiga…
Kemana lagi tuh si Sandra, jadi kesini tidak. Itu anak kok tidak bisa diatur ya?
Di suruh kuliah tinggi, malah maunya masuk teater. Disuruh kerja yang bener, malah sukanya pentas. (sambil mengelus dada)
Nora:           Bu… bu. Jangan seperti itu, Mbak Sandra kan anak ibu juga. Setiap manusia kan punya pilihan sendiri untuk hidupnya. Seperti Mbak Sandra memilih teater untuk menjalani hidupnya.
Minem:      Ya, ndoro, barang kali aja, Mbak Sandra itu bisa jadi artis terkenal, masuk tivi.
Silfi:              Nem, Nem, ngomong apa kamu itu. Eh, tapi bener juga ya?
Sana Nem, ambilin tasku yang tadi di kamar.
Minem:      Nggih. (langsung beranjak masuk)
Ibu Shofi:   Lah, bisnismu sekarang gimana Fi?
Maju kan?
Silfi:              puji syukur bu. Ada investor yang mau mendanai. Website kita juga banyak pengunjungnya. Jadi pemasarannya sudah sampai ke luar negeri.
Ibu Shofi:   Duh, senangnya anakku yang ini berhasil. Jadi ingat almarhum ayahmu. Pasti dia juga bangga.
Tapi kapan kamu nikahnya???.
Nora:           Hehe… Silfi sudah punya calon bu, tinggal di ajukan aja ke Ibu.
Iya kan Fi? (Sambil mengedipkan mata ke Silfi)
Silfi:              (malu-malu)
Ibu Shofi:   Iyo, to Fi?
Ya, aku ikut senang. Udah cepat aja calonmu itu kamu bawa ke sini.
Silfi:              Inggih Bu. Tapi Mas Dani sepertinya masih sibuk dengan urusannya.
Mudah mudahan, setelah semua beres akan aku ajak kesini.
Nora:           Oh, kamu sekarang sama Dani toh?
Silfi:              (tersipu) ya Mbak.
Ibu Shofi:   Dani ya namanya?
Silfi:              Mengangguk pelan.
Minem:      (masuk) Ini tasnya Mbak (sambil menyerahkan bungkusan ke Silfi)
Silfi:              Makasih Nem.
Ibu Shofi:   Eh, anakmu tadi kemana Ra?
Silfi:              Iya, kemana Dilla tadi?
Nora:           Itu di depan sama Meila.
Tidak tahu lah, mereka kok cocok ya? Padahal kan tante sama ponakan.
Dilla…… (berteriak memanggil)
Dilla:            (berteriak dari luar) Sebentar bunda, ini masih asyik ni sama tante.
Ibu Shofi:   Sudah biarkan saja. Meila memang seperti itu kok Ra. Jiwanya masih jiwa anak-anak.
Silfi:              Gimana sih, mbak? kan biasa. Aku juga sering bercanda sama Dilla, dia memang anak yang lucu dan menyenangkan. Aku juga suka sama anakmu itu Mbak.
Minem:      Ndoro makanannya sudah siap. Monggo didahar…
Silfi:              Ayo bu kita makan…
Ibu Shofi    Sebentar Fi, ibu mau menunggu kakakmu Sandra dulu…
Nora:           tak usah ditunggu bu… Mbak Sandra sudah bilang tidak bisa datang.
Ibu Shofi:   Baiklah…
Silfi:              Oh, benarkah Mbak Sandra tidak akan datang?
Nora:           Katanya si begitu.
Ibu Shofi,  Nora, Silfi, Minem: (menuju ruang makan, disana tersaji berbagai makanan yang telah disiapkan untuk merayakan hari ibu malam itu)
Babak 2
(Di ruang makan, duduk menghadap meja makan, Nora, Ibu Shofi, dan Silfi. Minem merapikan meja dan menyiapkan sajian makanan)
Nora:           Nem nem… tolong panggilkan Dilla dan Meila, bilang makanan sudah siap.
Minem:      Ya mbak
Nora, Ibu Shofi, Silfi: (terdiam sambil merapikan duduknya)
(Berselang beberapa detik, didepan rumah, tampak minem berbicara ke Dilla dan Meilla yang sejak tadi terlihat asyik ngobrol)
Dilla:            Budhe Sandra!!!…… (berteriak didepan rumah sambil berlari menghampiri dan memeluk budhe Sandra)
Meila, Dhilla dan Sandra: (masuk ruang makan bersama Minem dibelakangnya)
Sandra:       Malam bu…
Ibu Shofi:   (diam sejenak dengan pandangan menyelidiki kearah Sandra)
Kemana saja kau Ndra? Pulang-pulang tanpa salam, lihat adik-adikmu sedari tadi sudah ada disini menemani ibu.
Nora:           Dilla sini nak… (Memanggil Dilla sambil menyuruhnya duduk disebelah)
Dilla:            Baju budhe bagus ya ma… (dengan suara pelan)
Nora:           iya sayang…
Sandra:       Dilla mau? Nanti budhe belikan ya (sambil tersenyum simpul kearah Dilla)
Ibu Shofi:   Sandra, jangan mengalihkan perhatian jawab, pertanyaan ibu tadi. (dengan nada tegas)
Sandra:       Maaf bu…
syaloom.
Semua:       syaloom (TUHAN memberkati).
Sandra:       Tadi ada pentas di Galerinya mas Dafa. Maaf hanya aku saja yang kemari, mas Dafa masih sibuk membereskan semua barang-barang seni nya, Mas Dafa ingin sekali bertemu dengan ibu tapi keadaan yang tidak bisa kompromi (sambil menunduk)
Ibu Shofi:   Kalian berdua… Ada saja alasan. Cucuku mana Ndra? (dengan nada geram)
Sandra:       Iya, Fian dan Nando ikut ayahnya beres-beres galeri.
Ibu Shofi:   Setiap kali kesini, cucuku tak pernah kau ajak.
Kenapa Ndra. Malu kau punya ibu seperti ini?
Nora:           Ya, mungkin tidak ada waktu yang tepat bu. Jangan salahkan Mbak Sandra.
Ibu Shofi:   Kalian selalu saja membela Sandra.
Meila:         Ibu… sudahlah… sekarang yang terpenting mbak Sandra sudah disini, meski tanpa Mas Bagas, Mas Dafa dan Mas Hari, kita bisa berkumpul disini khan (sambil membelai tangan ibunya)
Silfi:              Bu… makanannya kalau dingin tak akan enak untuk dimakan. Fian dan Nando, juga sudah bertemu ibu kan, lebaran kemarin.
Ibu Shofi:   Iya, aku hanya rindu dengan cucuku yang ganteng-ganteng itu.
Hmmm baiklah… maafkan ibu kalian ini ya… baiklah kita mulai saja makan malamnya.
Semuanya: Dalam nama Yesus
(Mereka semua makan malam dengan suasana yang sudah mulai mencair, tak ada ketegangan lagi diantara Sandra dan Bu Shofi)
***
Babak 3
(Di ruang  tengah setelah mereka selesai makan malam. Ibu duduk di kursi yang tersandar didepan meja, sedangkan Silfi, Nora, Minem, Meila dan Dilla duduk di Shofa. Sandra duduk disebelah Ibu Shofi untuk memijat kakinya yang sudah tua).
Ibu Shofi:   Ibu ini sudah tua… semakin tua… sudah tak seperti dulu yang mampu merawat kalian semua, yang menyayangi kalian dengan semangat yang tak kenal lelah. Namun kini ibu sudah lemah, lihat… kaki ibu sudah rentah… harusnya kalian mau bergantian menemani ibu, bukan hanya dihari-hari besar saja kalian semua baru kumpul (sambil tertunduk pilu)
Sandra:       Bu… maafkan sandra yang selama ini selalu mengecewakan ibu… tak pernah mendengar kata-kata ibu… (sambil memeluk ibu Shofi dan menangis pelan)
Ibu Shofi:   Ibumu ini selalu memaafkanmu nak… Ibu selalu mendoakanmu sandra… meski kau mungkin sering lupa dengan ibumu ini (Menangis tersedu-sedu)
Sandra:       Aku takkan pernah lupa dengan ibu yang melahirkanku dan merawatku selama ini
Ini hadiah buat ibu (sambil mengambil bingkisan berwarna putih dalam tasnya)
Ibu Shofi:   Terima kasih sandra…
Dilla:            Nek… ini hadiah untuk Nenek… dan ini hadiah untuk Bunda… (dengan tingkah lucunya)
Ibu Shofi dan Nora: oooh terima kasih sayang….
Meila:         Bu aku tak bisa memberikan apa-apa… aku beri ibu ciuman saja ya … (tersenyum sambil mencium pipi ibu shofi)
Dilla:            Aku juga mau tante. Untuk Ila mana?
Meila:         (langsung menarik Dilla dan menciuminya)
Silfi:              Terima kasih bu atas kasih sayangnya selama ini kepada kami semua, ibu tau… Ibu lah yang terbaik dalam hati kami
Ibu Shofi:   (menghapus air matanya dan tersenyum)
Alhamdulillah… ya Allah… malam ini begitu indah… Ibu… tak mengharapkan apa-apa dari kalian, bukan harta atau balasan yang ibu cari dan minta dari kalian. Ibu hanya ingin sayangilah ibumu ini nak… sebelum semuanya terlambat
Ibu bangga memiliki kalian semua…
Juga memiliki Minem yang senantiasa membantu ibu dan tak pernah sakit hati bila terkena marah ibu.
Minem:      Minem juga sayang sama ndoro… tapi ndoro jangan suka marah ya… nanti tambah tua… banyak senyum aza… ndoro.,… biar awet muda…
Semuanya: Hehhehehe
Dilla:            Iya, nenekku masih kelihatan cantik kok. Bahkan sepertinya masih lebih cantik nenek dari bunda.
Nora:           Iya, tul. Betul kamu Dilla, nenek memang terlihat cantik kalau selalu tersenyum. Jadi ibu nggak usah sedih ya. Senyum!
Ibu Shofi:   Sudah. Nih sudah senyum.
Semua:       (tersenyum)
Nora:           Oh, ya, Mbak Sandra tadi telpon kalau tidak bisa datang?
Sandra:       Ya, memang, tapi aku sempat-sempatin lah. Aku kan juga kangen sama ibu, juga pada kalian.
Silfi:              Ih, mbak Sandra bisa kengen juga ya.
Hehehe.
Nora:           Tuh, kan Bu. Mbak Sandra juga selalu ingat sama ibu.
Ibu Shofi:   (tersenyum)
Sandra:       Baiklah bu. Kami semua akan berjanji untuk menemani ibu bergantian.
Benarkan Nora.. Silfi..
Meila:         Iya, Mbak Sandra. Iya bu, kami akan menjaga ibu.
Karena kami semua sayang ibu.
Dilla:            Dilla juga sayang nenek. I love you grandma.
Ibu Shofi:   Puji syukur… (tersenyum bahagia)
(Malam itu dilewatkan dengan suka cita yang mengharukan, meskipun Ibu Shofi tidak bisa berkumpul dengan semua anak-anak dan menantunya. Keempat anaknya Sandra, Nora, Silfi, Meila dan cucunya Dilla, sudah membuahkan kebahagiaan yang istimewa di Hari Ibu. Selamat Hari ibu…)

Selasa, 01 Oktober 2013

kisah lau kawar


Cerita Asal Mula Danau Lau Kawar
Alkisah, berbagai sumber menyebutkan bahwa sebelum menjadi sebuah danau, Lau Kawar merupakan kawasan pertanian (juma atau ladang) yang sangat subur. Ladang tersebut merupakan bagian dari wilayah Desa Kuta Gugung. Tinggallah di ladang tersebut satu keluarga petani.
Saat pertanian menjelang panen, lahan pertanian umumnya dijaga oleh salah seorang anggota keluarga mereka. Pada suatu siang, sang nenek yang mendapat giliran untuk menjaga ladang. Kawar, sang cucu selalu menjadi pengantar makanan untuk anggota keluarga di ladang. Pada hari itu, Kawar juga mengantarkan makanan ke ladang untuk neneknya. Namun di perjalanan, Kawar merasa kelaparan dan memakan bekal untuk neneknya. Seluruh lauk pauk dan ayam yang menjadi bekal untuk si nenek di habiskan oleh Kawar hingga tersisa tulang-tulangnya saja.
Sang Nenek yang sudah kelaparan sangat kecewa hanya menemukan tulang belulang tanpa ada lauk pauk apapun karena sudah dihabiskan Kawar. Si Nenek menangis karena merasa sedih dan tidak berguna. Tanpa fikir panjang, Nenek meminta kepada Tuhan untuk mencabut nyawanya. Sesaat kemudian, petir menggelegar dan turun hujan lebat. Hujan lebat segera menjadi air bah. Segera saja dataran tersebut menjadi banjir dan lambat laun tenggelam menjadi danau. Danau inilah yang kemudian menjadi Danau “Lau Kawar”.

Legenda ini dipercaya oleh masyarakat sekitar Lau Kawar dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang mana menanamkan agar senantiasa mensakralkan danau tersebut, dengan cara menajaga danau dan pepohonan disekitarnya agar tidak sembarangan ditebang. Masyarakat juga tidak berani merambah hutan di sekitar Danau Lau Kawar sembarangan. Begitupun dengan nelayan, yang tidak berani mengambil ikan dengan semaunya, apalagi menggunakan bahan peledak. Hal ini menyebabkan selama berpuluh tahun, ekologi disekitar Danau Lau Kawar tetap terpelihara baik. Kepatuhan untuk tidak mengecewakan nenek moyang mereka yang telah terkubur didalam danau tersebut, membuat masyarakat sangat menjaga Danau Lau Kawar. Namun kini, legenda tersebut mulai luntur bersama waktu. Banyaknya penduduk pendatang yang tinggal di desa-desa sekitar Danau Lau Kawar mulai merambah hutan yang disakralkan oleh masyarakat setempat.

Sabtu, 28 September 2013

Ertutur

Dasar Ertutur ibas Adat Karo

Ertutur menjadi hal yang sering dijumpai dalam pertemuan orang Karo. Saling memperkenalkan diri, identitas yang melekat di dirinya masing-masing. Sebelum mengetahui identitas teman bicara, dan saling mengetahui hubungan kekerabatannya berbincang-bincang belumlah dianggap nyaman. Berkaitan dengan teori komunikasi yang mengatakan bahwa komunikasi bergantung pada hubungan orang yang berkomunikasi tersebut. Tambah lagi dalam masyarakat Karo, ada budaya ngerana erkesehen yang berarti berbicara haruslah berkesempaian, dalam pengertian kalau kita berbicara dengan ibu kita, kita harus berbicara berkesempaian, pas ditujukan kepada ibu tersebut "enta senndu, Nde" (berikan aku uangmu, Bu), bukanlah "enta sen" seperti berbicara pada angin.


Agar kita bisa ertutur maka kita terlebih dulu harus mengerti beberapa identitas kita berikut ini:


1. Merga / Beru
Marga atau clan yang pada laki-laki disebut Merga, yang berarti meherga, mahal, serta pada perempuan disebut Beru, yang berasal dari kata mberu sebuah kata yang merupakan gambaran dari sebuah keanggunan dan kecantikan dalam masyarakat Karo.
Merga/ Beru ini diperoleh dari Ayah. Clan ayah inilah yang menjadi Merga bagi laki-laki dan Beru bagi perempuan.
Dalam Kebudayaan Karo, ada lima clan, yang populer disebut Merga Silima, khususnya lebih populernya setelah adanya Keputusan Kongres Kebudayaan Karo, 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi merekomendasikan, agar pemakaian merga berdasarkan “merga silima”, yaitu :

1.      Karo-karo
2.      Ginting
3.      Tarigan
4.      Perangin-angin
5.      Sembiring

Selanjutnya, lima merga ini diikuti dengan submarga yang memiliki pembagian sub merga masing-masing.


2. Bebere/ Bere-bere
Bebere ini kita peroleh dari ibu kita. Beru ibu kita ini menjadi bere-bere kita.


3. Kempu
Perkempun ini datang dari Nenek yang melahirkan Ibu kita. Beru Nininta (nenek) dari Ibu menjadi Perkempun kita.


4.Binuang
Binuang ini datang dari Nini (nenek) yang melahirkan Ayah kita. Beru Nini dari Ayah ini menjadi Binuang kita.


5. Kampah
Kampah ini datang dari Nini Bulang (kakek) dari Ayah kita. Bebere Nini Bulang ini menjadi Kampah kita.


6. Soler
Soler datang dari Nini Bulang dari Ibu kita. Bebere Bulang dari Ibu ini menjadi Soler kita.


Hal mendasar ini menjadi yang harus diketahui masing-masing individu untuk bisa Ertutur dengan orang lain. Identitas dasar ini menjadi hal yang akan terus dipakai, jadi perlu untuk mengetahuinya dengan baik.

Pantun Karo

Pantun Karo

Tabeh tabeh kaperas
Tande kupucuk kaciwer
Nabeh kata nibelas
Tapi terjeng tampuk biber
Kutare batang galiman
Tanggak talang si asar ndukur
Ise pe labo lit teman
Adi kita meganjang rukur

Kandi kandi buluh la riket
Batang buluh tabah man titi
La erngadi ngadi kena kuinget
Adi tunduh pe kena bas nipi

Bulung birah bulung parira
Rimo mungkur mbelah itaka
Pulung me sendah kita kerina
Meriah ukur ersada

kata i kuit keroncong embus terompet
ntabeh sorna man beginken
cekoh koncang gargari dompet
ongkos mulih saja tadingken

Enda itaka si rimo mungkur
Bunga rampe man perpangiren
Belasken kata turiken ukur
Bapa nande ole ketadingen

Kabang ndukur Kulau terue
Ibas bernehna isuan lacina
Ola min ukur ermbue-mbue
Nuriken gegeh asa bancina

Ersuli tualah mumbang
Bunga melati ibas galahna
Ukur mehuli rikut numbang
Ate nampati lalit salahna

Mantek kuta mbelin gunana
Inganta jumpa Dibata Bapa
Rende ertoto megi pedah Na
Rikut pe mindo pasu-pasu Na

Keleng ate nandangi teman
Mehamat kata ntabeh ranan
Lagu mehuli gelah ibahan
Ibas pertingkah sejaga-jagan

Ibas silitna siela-elan
Radu irasken maba baban
Nggeluh arus sipehaga-hagan
Arus terbeluh kita erteman
 
Pekena-kena ncibalken ranan
Langkah pandangan olah ibahan
Ibas pusuh arus kap siangkan
Sipersingeten ibas kelupan
 
Jumpa simberat sikata-katan
Di pangan ntabeh radu ipan Nggeluh sisada tentu melungun
Lalit teman sikeleng-kelengen

Kerina kalak siakap pandangen
Kita saja siakap jadi ikuten
Kune kita nggo erban salah
Ola teridah biak pekulah-kulah

Pertingkah olah mbuesa ulah
Pengkebet pe ola bagi singulah
Terus terang akuken me gelah
Pusuh jadi salang ukur pe meriah

Rezeki pe tentu ertambah-tambah
Ate malem pe nandangi turah
Baba cekala ku Tigajumpa
Gelah situkur minak mentega

Sepala nggo me kita jumpa
Ersada ukur mantek gereja
Saringkulit taneh tenggiring
Baba durian nukur kemeja

Ola min lit sitading-tading
Muat bagin mbangun kuta
Ipakena baju er-renda
Ertumba-tumba beras babana

Kataken arena belasken arenda
Erlumba-lumba pepulung dana
Meratah nina bulung cekala
Nipe sore iteruh uratna

Pepulung dana erpala-pala
Tentu me jore bagi oratna
Asar ndukur Asamkumbang
Namopunti mbue bungana

Ersada ukur raduken numbang
Rikut nampati mbelin gunana
Ersadalah arih ibas mbangun
Ola mbiar mereken silitna

Sebab bagi putiken terbangun
Iputika maka tambah bulungna
Perbahanenta ngenca man usihen
Ibas pengerana ia ersukaten

La ngeranaken ia ersukaten
Bagi rubia itengah kerangen
Radu ia pe kap sitendengen
Tapi jelma ibas kegeluhen

Arus kapen sitalang-tatangen
Adi menganjang babah ngerana
Erbelas kata La ngangkar bana
Kata soranta siakapo sipayona

La kepn ngasup kalak megissa
Piah tuah me atena gila
Bene pe dungna sikelna jumpa
Dungna kita rukur sisada

Tadingken gelah ukur meganjang
Biak mekarus ola penjangjang
Ngerana nigen ola megombang
Ibas salahta nggit min ipandang

Ola peturah ate kalak mamang
Lagu langkah rusur La nembang
Rikut pengkebet Ia tersuriang
Gelah sempat kita terbuang
Ate kalak nembeh segedang-gedang

RURUN KARO

RURUN KARO

1. Karo-karo
- Sitepu
dilaki : Ganding
diberu : Goda
- Sinulingga
dilaki : Mangkok/ Suang
diberu : Corah/ Rebo...
- Surbakti
dilaki : Getah
diberu : Megoh
- Purba
dilaki : Torong/tokal
diberu : Ngerbo.
- Kaban
dilaki: Cinor
diberu : Topan
- Kacaribu
dilaki: Modul/ Mitut
diberu: Ngerbo
- Ketaren
dilaki: Kolam
diberu: diberu: Cirum
- Sinuraya
dilaki: Tabong
diberu: Lebeng

2. Ginting
- Suka
dilaki : Suka
diberu : Unjuk
- Munte
dilaki : Mburak
diberu : Unjuk
- Babo
dilaki : Gajut/ Dokan
diberu: Merih.
- Sugihen
dilaki:Gurah
diberu: Sulngam
- Manik
dilaki: Mengat
diberu: Tadi.
- Rumah Berneh
dilaki: Raga
diberu:Nggore/Nurih
- Garamat
dilaki :
diberu :
- Tumangger
dilaki :
diberu : Tega

3. Tarigan
- Sibero kesain sebayak
dilaki : Batu
diberu : Pagit
- Sibero kesain rumah lateng
dilaki : Kawas
diberu Lumbung
- Sibero kesain rumah jahè
dilaki : Kawas
diberu : Dombat.
- Silangit
dilaki : Segar
diberu : Dombat
- Tua
dilaki : Mondan
diberu : Pagit/ Ombar
- Sahing
dilaki :
diberu :
- Tambun
dilaki :
diberu :
- Cingkes
dilaki :
diberu :
- Bondong
dilaki :
diberu :

4. Sembiring
- Kembaren
dilaki : Sampèraya/ Rambah
diberu : Loko
- Pelawi
dilaki: Baji
diberu : Lawi
- Gurukinayan
dilaki: Guru
diberu : Nayan
- Meliala
dilaki : Sukat/jambe
diberu : Tekang.
- Brahmana
dilaki : Kawar
diberu: Tawan
- Sinulaki
dilaki: Ropo
diberu: Lencang
- Keloko
dilaki : Ndaram
diberu : Loko
- Pandia
dilaki : Gombang
diberu :
- Depari
dilaki: Gawah
diberu: Talah.
- Maha
dilaki: Pasir
diberu: Daling

5. Peranginangin
- Bangun
dilaki : Tèger
diberu : Girik
- Sukatendel
dilaki : Gantang
diberu : Gomok
- Jambur Beringin
dilaki :
diberu: Amo
- Jinabun
dilaki : Guni
diberu : Picet
- Singarimbun
dilaki : Kerangen
diberu : Rimbun
- Pinem
dilaki: Jaren
diberu: Lompoh
- Sebayang
dilaki : Balandua/ndua/Rabun
diberu :Jengok
- Pincawan
dilaki : Jambor
diberu :
- Kacinambun
dilaki: Njorang
diberu: Ngemban

KUAN – KUAN KALAK KARO

ANDING – ANDINGEN / KUAN – KUAN KALAK KARO


1.    Ula sempat Pajek Gara Api  =  E lanai lit jalan keluarna e si ugapane pe enggo siap
2.    Ajar bancina = La terpaksaken sura-sura uga reh bage dalanken
3.    Bagi Sinaka Buluh  =  Si arah teruh idedeh si arah datas i angkat
4.    Bagi si njujung batu, lalap mberat  =  Lalap lalit jorena
5.    Bagi pertedeh ampuk nandangi bulan  =  Lalap la jumpa-jumpa tah pe hampir                        mustahil jumpa
6.    Bagi mulahi biang kicat, dung sipulahi kita ikaratna  =  Ikataken man sekalak si la                  beluh ngataken bujur, enca sisampati ia labo katakenna bujur, tapi kita pe ibenekenna.
7.    Bagi gundur teruh papan  =  Keri-keri la litna gulen maka ia i gule.
8.    Bagi ndurung wari enggo ben  =  Kai dat em i baba lanai sempat milihi
9.    Bagi belo la ertangke, ikut bas kapiten, tading bas beligan  =  Ikataken man sekalak               jelma si kehadirenna jadi pelengkap penderita saja, kune perlu maka i dilo, tapi bas si           entabeh e, lanai ia ikut.
10.  Gerantang Acih  =  Ngataken jelma pergerantang, mehantu tempa, tapi situhuna ia               percikcik.
11.   Kelaling-kelaling bagi bunga abang-abang  =  Iandingken kempak jelma si lanai                      erturi-turin pergeluhna, lanai lit teman entah kade-kade sinampati.
12.   Keri-keri arang besi la tembe  =  Keri i modali la seh sura-sura
13.   Lain-lain babah nina babi  =  kerna nanam entabeh la seri man tiap jelma. Kai akap sesekalak entabeh, jelma si deban la ka mesegu.
14.    Menang bas babah, talu bas perukuren  =  Ikuanken ku kalak si la lit pemetehna, tapi ngerana la nggit talu, ia tempa si beluhna. Gelah menang bas cakap, rugi pe ia nggit.
15.    Ngkimbangi amak i babo lubang  =  kalak si mehuli kal tempa ukurna adi niidah perbahanenna, kepe atena meneken.
16.    Siagengen radu mbiring, sikuningen radu megersing  =  adi sician-cianen, sipecat-pecaten, pekepar rugi, pekepar mbau. Tapi adi siajar- ajaren, sisampat-sampaten, pekepar merim, pekepar menahang.
17.    Tarum ngayak-ngayak page erdangen itadingken page buron, piahna sada pe lanai rani  =
Ula salah ndalanken sura-sura
18.    Melas pe ningen api adi la icikep labo meseng  =  Piga-piga erbage kesusahen nggeluh, adi la ibahan sababna labo jumpa. Mesui gia ningen ibas tutupen, adi la ibahan dalin itutup, labo jelma itutup.
19.    Adi pajek gara api, kugapa pe rubatiGara api pajek adi si man tanggerenken la lit  =   Ertina, adi mesera kel baban nggeluh, nakan man pangan la lit, kutera pe labo i eteh mehuli.
20.    Ngutkut bagi api bas segalIkataken ku jelma si permenek, nggit ngerem-ngerem ukurna  =   Atena segat entah morah-morahna ibuni-bunikenna. Seh mawen-mawen dagingna kertang itindan-tindan ukurna.
21.    Keri-keri arang besi la tembe  =  Sibar ngasup enggo ikeriken, tapi sura-sura la seh. Umpama guna nekolahken anak, orang tua enggo tungtung kapur, lembu idayaken, sabah iputangken, tapi erkiteken anak la rate tutus, sekolahna la rasil.
22.    Aras jadi Namo  =  Kalak si mesera babanna nggeluh jadi kalak bayak. Kebalikenna : Namo jadi Aras. Biasa ka ipersada, : Aras jadi namo, namo jadi aras. Ipake ngandingken kumalih jaman. Kalak si musil jadi jore, si jore salih ku mesera.
23.    Ngasuhi anak arimo, jukut nakanna  =  Ikuanken ku jelma si la terasuhi perbahan seh royalna, la meteh mehuli.
24.    Bagi si ngasuhi anak arimo, la lit nakanna, kita irigepna  =  Iandingken ku jelma si mesera manjangisa, janah adi la ibere, kita ikurukna entah duit ta i tangkona.
25.    Bagi arimo natap tabe  =  Ningkalak, adi arimo ercurmin bas lau, megah akapna ngenehen rupana, seh lupa ndarami nakan. Ikuanken man jelma si labo entabeh babanna nggeluh, tapi la atena erdahin, perbahan jore akapna bana.
26.    Bagi arimo tua-tua  =  Arimo tua-tua, janahna erdalan pe lit nge rusur sorana bagi sora kalak jungut-jungut.
Ikataken man jelma si mejungut, enggo me ia sinik nuate, jungut-jungut denga kang.
27.    Bagi aringgeneng nandangi tongkap  =  Sorana nandangi tongkap, erdengung-dengung, sung megang sung lahang Iumpamaken kusora kalak si nurdam mejile.
28.    Bagi aringgeneng beru-beru, la neren  =  Iandingken ku jelma si la perpang, sitik pe kalak la mehangke. Biasa ikataken man anak perana, si la ibiari singuda-nguda sabap ngkuit pe la pang.
29.    Labo terbuat ate tungir asa pungga  =  Antusenna, pemindon si kutera pe ibahan la terdemi, pemindon si lang-lang. Umpamana danak-danak ngandung, ipindona gelah itukur kuda.
30.    Gerantang Acih  =  Ngataken jelma pergerantang, mehantu tempa, tapi situhuna ia percikcik.
31.    Menang bas babah, talu bas perukuren  =  Ikuanken ku kalak si la lit pemetehna, tapi ngerana la nggit talu, ia tempa si beluhna. Gelah menang bas cakap, rugi pe ia nggit.
32.    Babahna bagi bulan erlajar  =  Ngataken tempas babah mejile.
33.    Adi kidaram salu babah, ndigan pe la dat  =  Ikataken ku jelma si la mejingkat kidaram. “Ija kin, ..la kap lit ije”, nina rusur. Biberna ngenca kemuit, tanna la cigargar, janah matana la metenget pepayosa.
34.    Petembal bagi persepah babi  =  Ngandingken perukuren la des, entah pe silawanen. Umpamana, orang tua merincuh maka anakna mengketi sekolah guru. Ate anak, kujapa pe labo dalih, gelah ula ku sekolah guru.
35.    La ngidah ikur babi pe  =  Ikataken kempak kalak si tutus kal atena erdahin. Pagi-pagi lampas ku juma, ikur babi pe lenga teridah. Karaben pe kenca gelap maka ku rumah, ikur babi lanai ka teridah.
36.    Bagi babi Lau Baleng  =  Bagi babi Lau Baleng tersena galang janah mbur.
Ikateken kempak jelma si seh burna
37.    Njula babi salu kedep  =  Ikuanken kempak jelma si la terjula. Bicara perbahan ate kalak nembeh pe maka ibere kalak, la mberat tanna ngalokenca.
38.    Bagi Bindoran   =   Kuga rupa inganna, bage rupana.
39.    Bagi Gambo-gambo   =   Galang lau, kitik lau, mekeruh lau, meciho lau, ia tetap arah datas.
40.    Bagi Belut   =   Medalit bagi belut, gelem arah takalna, meldus arah ikurna. Elem arah ikurna, meldus arah takalna.
41.    Bagi Nipe   =  Tujunna pinter, tapi perdalanna meluk-eluk. Banci nagut, banci ngelengkar, banci nelin.
42.    Bagi Sanggar uruk – uruk   =  Arah ja angin rembus, kempak e ialakenna.
43.    Bagi Perkis   =   Rubat gajah ras perkis, masuki perkis ku bas cuping gajah. Karatna, mesui akap gajah. Antuk-antukkena takalna ku kayu, pecah takalna, mate.
44.    Bagi Kuda Sijaba   =   Enggo pe megulang, idahna denga dukut meratah. Sempatkenna denga nggagat.
45.    Bagi Perbubu Kitik   =   Enggo ia masuk ku bubu kalak, ibas pe ipasangna denga bubuna.
46.    Bagi Pais ras Sulmih   =  Pais enggo kena siding ia rayon-rayon. Reh Sulmih, idahna pais rayon-rayon, aku sekali nak, nina. Engko tareken kerahungmu nina pais. Kepeken siding
47.    Bagi Cipi-cip Munuh Gajah   =   Cip-cip niman lau sada bulung kamuna, gajah minem lau sada telagah. Dungna mate gajah.
48.    Bagi Jalak Jumpa Emas Galang   =   Sada ngelegi nakan, tamana racun, sada masang ranjua, dungna mate duana.
49.    Bagi Simarcingkam   =   Katakenna ia reh I kuta perlainan nari, jumpa ia ras sekalak si enggo mate. Adi jumpa atendu banci nina, buat kateng mbelno. Pagi banci kam kerina kupejumpa ras simate-matendu kerina, nina. Suruhna kalak arah ketang e ku embang. Tektekna ketang, mate kerina, ia ngenca tading.
50.    Bagi Katak   =  Megembur pe arah pudi labo dalih, gelah meciho arah lebe.
51.    Bagi Berek   =  Ngembur-ngemburi ngenca ia beluh.
52.    Bagi Sabut   =  Bongal-bongal, kuja baba gelombang, kuje ia. Inganna labo danci i tengah. Gunana jadi perapus, jadi penggebuk api.
53.    Bagi Kiung   =  Ndarami teman ujina arah sorana. Jumpa ia ras ngguak, kua soram nak, nina. Ersora kuak, dahina pune. Laseri sorana, emaka ras ia. Kuja sada, kuje duana.
54.    Bagi Mberakbak   =  Reh angin meter mis ia gejek ersora. Angin pe mis pelting.
55.    Bagi Katak puru   =  Lompat katak, lompat ia. Silap nipe i tagutna. Adi la ia lompat, nipe pe labo pet.
56.    Bagi Kacibang   =   Pemberu-mberu kalak, perbahan bauna, bue-bue bulung meratah cinepna ibas tamburakrak.
57.    Bagi Kidu   =   Mulai bena rumbia nari terus ku ujung I dalanina, nadingken tamburakrak, dungna jadi kayat. Kugang kotormu ah nina kalak, e labo kotorku nina kidu ah ma kotor kidu nge nina kayat, ia kabang.
58.    Bagi Wiskir   =   Rempanken dilah, pererena dilahna. Reh perkis, mis keri bendutna.
59.    Bagi Ketadu  =   Mbiar kalak sebab galang matana. Rere matana la kemirep.
60.    Bagi Mencibut    =   Beluh lompat, mawen-mawen, ndabuh seh ku taneh.
61.    Bagi Menci ibo-ibo : Notoken kuta terulang, gelah ia kerina mangani buah sinisuan.
62.    Bagi Odang   =   Maju sejengkal, mundur sedepa, surut kupudi.
63.    Bagi Pincala   =   Gejek ia gelah dat nakan, ise pinangko kirik bibi nina, ia nge.
64.    Bagi Kurung   =   Dua pinusuna, lit serapna lubang lompat.
65.    Bagi Raja Ketadu   =  Perbahan belinna kerajaanna, ngkira rayatna seh rere matana
66.    Bagi Nipe Lau   =  Gerantang nipe lau, ayak kalak mis kiam, ras katak ngenca menang.
67.    Bagi Siri-siri   =  Kerahina atena kolam, asa mate labo lit ertina, takalna ergening-gening.
68.    Bagi Surlala   =  Unduna batang tualang, takalna munduk-unduk, atekna tualang mugur.
69.    Bagi Sikuring   =   Tempa merawa kal erburu, seh kerangen, jumpa ia kera, ras ia sikutun.
70.    Bagi Kalimantek   =   Sehkal rawana, lenga dat dareh, lenga atena malem. Tektek kalak retap.
71.    Bagi Menci   =  Sitama giring-giring I kerahung kucing nina, kerina setuju. Ise namasa ngingen, sada pe lanai lit sipang.
72.    Bagi lau ras beras  =   adi nanggerken nakan uga pe perlu lau, iandingken pe ku sekalak jelma si la terpesirang.
73.    Bagi bening bas ndiru  =   adi kalak miari beras biasana si arah lebena kel eme bening, iandingken pe ku sekalak jelma si iangkat-angkat, ipuji-puji tempa, tapi ia me si ibeneken.
74.    Bagi dukut tepi dalan  =   dukut tepi dalan biasana kenaina nahe kalak erdalan, iandingken pe ku sekalak jelma situhu enterem nungkunisa, tapi rate tutus sada pe lang.
75.    Bagi kimang ni apusi  =   kimang eme sada buah si ermbulu, janah mbuluna mesunah naktak, iandingken pe man sekalak jelma si enggo erkeri-kerin, lanai lit sinasasana ertana.
76.    Bagi singgelari kap-kap  =   kap-kap eme sejenis kuliki, iandingken pe kan kalak si rejekina reh buena, sangkin iusahaken reh buena.
77.    Kacipken mbilou kampil musang  =   enda sampiren ndung-ndungen saja si isina eme ‘kuakap ido kepeken utang.

begu ganjang

MENGUAK MISTERI BEGU GANJANG

cerita rakyat,karo, suku karo, lima marga, begu ganjang, begu.

Belakangan ini berkembang isu begu ganjang di tanah karo, dan orang yang disangka memiliki begu ganjang diusir dari desa, malahan ada yang sampai dibunuh dan rumahnya dibakar. Fenomena tersebut membuat orang bertanya apakah begu ganjang, darimanakah asal-usul dan makna kata tersebut. 

Secara sederhana dan harafiah begu sebetulnya berarti roh, sedangkan ganjang artinya panjang. Untuk memahaminya, begu ganjang mesti dilihat dalam konteks yang lebih luas dari ‘teologi’ dan ‘agama’ tradisional suku karo sendiri, secara khusus paham ‘pneumatologi’ Karo (pneuma = roh, spirit). Dari sudut pandang ilmu agama-agama dapat dikatakan bahwa dalam diri orang karo jaman dulu, telah terdapat konsep tentang keagamaan, yang walaupun orang karo sendiri belum menyadarinya sebagai manifestasi keagamaan.
Selanjutnya, masyarakat karo percaya, disamping para Dibata masih ada kekuatan lain yang erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Malah baik buruknya hidup manusia tergantung pada respon yang diberikan pada kekuatan dan tenaga ini. Mereka itulah yang disebut dengan tendi dan begu.
Tendi (roh, nyawa) berada dalam tubuh manusia dan merupakan satu kesatuan. Manusia menjadi makhluk yang hidup karena memiliki tendi. Tendii memiliki zat kehidupan yang berlangsung selama-lamanya dan tidak dapat dirusak oleh apapun. Orang karo jaman dulu mengenal dua jenis tendi, yaitu: tendi yang terdapat dalam tubuh manusia dan berhubungan dengannya pada masa kehidupan manusia saja. Kedua, tendi yang merupakan bayangan yang melanjutkan aktivitas manusia. Artinya, manusia secara biologis mungkin telah mati, tapi aktivitasnya masih dilanjutkan oleh tendi nya.
Kehadiran tendi dalam tubuh manusia merupakan faktor penentu bagi kesehatan manusia. Timbulnya sesuatu penyakit, kegelisahan, atau kemalangan diyakini sebagai akibat dari lemahnya tendi, atau kepergian tendi dari tubuh manusia. Bila kepergian tendi berlangsung lama dan tidak datang lagi ke dalam tubuh dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian bagi manusia. Konon ada empat penyebab tendi meninggalkan tubuh manusia yaitu saat tidur, terkejut, mimpi dan kematian.
Demikian ulasan singkat mengenai paham orang karo tentang begu dalam konteks ‘pneumatologi’ Batak karo tradisional. Sehubungan dengan begu ganjang yang diyakini sebagai personifikasi bagi segala jenis roh-roh yang mampu membuat orang meninggal secara mendadak, segera muncul pertanyaan berikut: Adakah gejala dan isu begu ganjang yang sempat hangat di tanah karo sebetulnya hanya merupakan gejala menularnya berbagai jenis penyakit membahayakan yang tentu saja dapat merenggut nyawa manusia dalam waktu singkat? Kalau memang itu, cara mengatasinya adalah menggalakkan pengobatan secara medis, bukan dengan menuduh dan membinasakan orang yang diduga memiliki dan memelihara begu ganjang.

Cerita Rakyat Karo



Cerita Rakyat Karo

mejuah-juah
       Konon di sebuah desa terpencil di Tanah Karo Simalem, lahirlah seorang anak yang dimana hari kelahirannya tersebut menurut penanggalan Karo pada hari nunda, hari yang dipercaya merupakan hari kesialan yang dapat membawa petaka bagi kedua orangtuan-nya, keluarga, bahkan sekitarnya.

          Tidak berselang lama, hal itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai permulaanya, sang ibu meninggal dunia empat hari setelah melahirkannya, dan pada saat dia berusia delapan hari, menyusul sang ayah yang pergi meninggalkannya untuk selamanya. Tinggal-lah kini bayi sebatang kara tanpa kedua orangtua-nya!

         Kemudia dia diasuh oleh bibinya, akan tetapi sang bibi itu juga ketakutan akan mengalami kesialan seperti kedua orangtua si bayi, maka anak itu di taruh bibinya di depan turé- turé(beranda) rumah dengan harapan bayi itu akan mati kekeringan(haus – lapar) di terpa teriknya matahari ataupun di bawa oleh hewan buas. Akan tetapi, tidak! Si bayi yang ditakuti membawa petaka itu tetap hidup dan menangis keras layaknya seorang bayi yang kehausan dan lapar, yang membuat seisi rumah adat (rumah adat Karo dihuni oleh beberapa jabu(keluarga), biasanya empat, delapan, bahkan enambelas jabu) menjadi terganggu dan marah. Kemudia sang bibi dengan beralasan kalau bayi itu haus dan ingin menyusu pada ibunya, maka ditaruh dibawah kolong di dalam kandang yang berisi induk babi dan anak-anak babi, berharap agar  bayi itu ditimpa(diinjak) oleh induk babi lalu mati. Akan tetapi, itu juga tidak berhasil! Bayi itu tetap hidup dan menyusu pada induk babi.

        Kehabisan akal, akhirnya sang bibi membuang bayi itu ke jurang di hutan, berharap dia mati dan dimakan binatang buas atau dimakan oleh Sedang Bela(hantu pemakan manusia khususnya bayi yang baru lahir atau yang masih dalam kandungan) Tetapi, si bayi tetaplah hidup!

        Tepat saat kejadian itu, saat dimana si bayi dibuang ke jurang di huta, kebetulan Sedang Bela dan anak-anaknya sedang bermain di dasar jurang itu. Anak-anak Sedang Bela mendengar tangisan bayi dan menghampirinya serta ingin memakannya, akan tetapi dilarang oleh ibunya, karena katanya anak itu memiliki kesaktian. Kemudian, Sedang Bela dan istrinya sepakat untuk membesarkan bayi itu.

       Setelah anak itu besar, kira-kira delapan tahun sudah diasuh oleh Sedang Bela dan keluarganya, bertanyalah anak itu kepada Sedang Bela ‘apakah yang menjadi antinya agar terhindar dari gangguan sedang bela’, maka ia menjawab: jerangau, purih tonggal, upih sampe-sampe, pudang, apar-apar. Sehingga, pada acara mbaba anak ku lau(memandikan anak) semua ini dibawa untuk menghindarkan si anak dan ibunya dari gangguan Sedang Bela ataupun dalam kegiatan merajah diri(teraka).

Meletusnya Gunung sinabung


Jumlah Pengungsi Letusan Gunung Sinabung Melonjak

Jumlah Pengungsi Letusan Gunung Sinabung Melonjak
Warga menjauh dari Gunung Sinabung yang meletus di Desa Perteguhen, Kabupaten Karo, Sumut, (17/9). Gunung Sinabung kembali meletus sekitar 12.05 WIB. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi Gunung Sinabung hingga siang hari tadi, Rabu, 18 September 2013, meningkat hingga 12.950 jiwa. Padahal sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengumumkan pengungsi berasal dari enam desa dan hanya berjumlah 7.542 orang.

Titik pengungsian pun bertambah dari 12 menjadi 24 titik. Jumlah pengungsi ini lebih besar daripada jumlah pengungsi saat erupsi Agustus-September 2010. "Saat itu letusannya lebih besar dibanding sekarang," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam rilisnya hari ini. Gunung Sinabung meletus lagi pada Selasa, 17 September 2013.

Berikut ini adalah 24 pos pengungsian dan jumlah pengungsi yang disiapkan: Pos Jambur Sempakata (2.308); Klasis GBKP (800); GBKP Kota/Gedung KKR (1.200); GBKP KOTA/Gedung Serbaguna (239); Jambur Payung (1.500); KWK Berastagi/perempuan (1.300); Klasis Barastagi/laki-laki (381); Masjid Istikar Barastagi (174); Masjid Agung (182); Zentrum (339); GBKP Simpang VI (220); Paroki (50); Jambur Tuah Lopati (800); Losd Tiganderket (1.600); Tanjung Pulo (500); Gedung KNPI (170); GBKP Jalan Kotacane (190); GBKP/Retreat Center (200); Sekolah Taman Doa Ora et Labora (105); Posko Jambur Tongkoh (350); Kantor ASAP (58); GBKP Asrama Kodim (9); dan Gereja GBKP Katepul (275).

Menurut Sutopo, banyaknya jumlah pengungsi ini karena penduduk dari desa-desa di luar radius 3 kilometer, yang sebenarnya aman sesuai rekomendasi PVMBG Badan Geologi, juga ikut mengungsi. Hanya Desa Sukameriah yang harus dikosongkan karena posisinya berada kurang dari radius 3 kilometer dan terletak di bawah bukaan kawah Sinabung. "Sukameriah rawan luncuran awan panas dan lava," katanya.

Hari ini, Sutopo melanjutkan, BNPB akan mendata nama-nama pengungsi di tiap-tiap pos pengungsian karena penduduk leluasa keluar-masuk tanpa ada pencatatan oleh petugas. Selain itu, saat pagi hingga siang, banyak pengungsi yang kembali ke rumahnya untuk merawat ternak dan lahan pertaniannya.